Senin, 02 Januari 2012

Tahukah kamu mengapa Bahasa Melayu yang diangkat sebagai bahasa Nasional??


Kita pasti sudah mengetahui, bahwa Bahasa Indonesia yang kini dipergunakan sebagai Bahasa Nasional bangsa Indonesia, berasal dari Bahasa Melayu. Jauh sebelum diangkatnya Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan pada Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928), sesungguhnya perjuangan untuk menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan telah diusahakan oleh bangsa Indonesia sejak dahulu. Tetapi pernahkah muncul dalam benak kita, mengapa harus Bahasa Melayu yang diangkat sebagai Bahasa Nasional? Mengapa bukan Bahasa Jawa atau Bahasa Sunda yang jumlah penuturnya lebih banyak dari pada Bahasa Melayu? Dalam rubrik bahasa kali ini, kita akan membahas tentang asal muasal Bahasa Melayu diangkat menjadi Bahasa Nasional Indonesia.
Pada awalnya, menurut Suhendar dan Supinah (Seri Materi Kuliah MKDU:  Bahasa Indonesia (Kebahasaan), 1997) bahwa di daerah-daerah, Bahasa Melayu  bukan bahasa induk pribumi, penyebaran bahasa ini diusahakan terutama oleh para guru Bahasa Melayu. Di berbagai sekolah yang diadakan oleh pemerintah Hindia Belanda diberikan mata pelajaran Bahasa Melayu. Pada umumnya guru-guru yang mengajar Bahasa Melayu berasal dari daerah-daerah yang penduduk pribuminya berbahasa Melayu atau berbahasa yang dekat dan atau berhubungan dengan Bahasa Melayu, seperti Sumatera Barat. Mereka tersebar di berbagai tempat di Kepulauan Indonesia. Mereka mengajar di sekolah-sekolah yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda dan sekolah yang merupakan usaha swasta, seperti sekolah Muhammadiyah, Taman Siswa, serta sekolah swasta lainnya. Selain para guru, wartawan pun ikut menyebarkan Bahasa Melayu  melalui tulisannya. Sehingga, banyak masyarakat di kepulauan kita yang berkenalan dengan Bahasa Melayu. Ada beberapa faktor yang menyebabkan Bahasa Melayu diangkat sebagai Bahasa Nasional. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, Bahasa Melayu telah digunakan sebagai bahasa kebudayaan, yaitu sebagai bahasa yang digunakan dalam buku-buku yang dapat digolongkan sebagai hasil sastra. Selain itu, Bahasa Melayu telah digunakan sebagai bahasa resmi dalam masing-masing kerajaan nusantara yaitu sekitar abad ke-14. Bahkan harus diingat, bahwa penyebaran Bahasa Melayu bukan hanya terbatas pada daerah sekitar selat Malaka atau Sumatera saja, tetapi jauh lebih luas dari itu. Ini dapat dibuktikan dengan terdapatnya berbagai naskah cerita yang ditulis dalam Bahasa Melayu, pada pelbagai tempat yang jauh dari Malaka. Dengan datangnya orang-orang Eropa ke Indonesia, fungsi Bahasa Melayu sebagai bahasa perantara dalam perdagangan semakin intensif. Orang-orang Eropa bahkan tidak sadar telah ikut memperluas penyebaran Bahasa Melayu. Jadi, sejak lama, dari masa kejayaan Sriwijaya hingga Malaka—yang saat itu merupakan pusat perdagangan, pusat agama, dan ilmu pengetahuan— Bahasa Melayu telah digunakan sebagai Lingua Franca atau bahasa perhubungan di pelbagai wilayah Nusantara. Dengan bantuan para pedagang dan penyebar agama, Bahasa Melayu menyebar ke seluruh pantai di nusantara, terutama di kota-kota pelabuhan. Akhirnya, bahasa ini lebih dikenal oleh penduduk Nusantara dibandingkan dengan bahasa daerah lainnya. Selain itu, telah ditemukan beberapa bukti tertulis mengenai Bahasa Melayu tua pada pelbagai prasasti dan inksripsi. Bukti-bukti berupa prasasti antara lain: prasasti Kedukan Bukit (tahun 683 M), di Talang Tuwo (dekat Palembang, bertahun 684 M), di Kota Kapur (Bangka Barat, tahun 686 M), di Karang Brahi (antara Jambi dan Sungai Musi, berahun 688 M), sedangkan dalam bentuk inskripsi diantaranya, Gandasuli di daerah Kedu, Jawa Tengah, bertahun 832 M. Adanya berbagai dialek Bahasa Melayu yang tersebar di seluruh Nusantara adalah merupakan bukti lain dari pertumbuhan dan persebaran Bahasa Melayu. Misalnya, dialek Melayu Minangkabau, Palembang, Jakarta (Betawi), Larantuka, Kupang, Ambon, Manado, dan sebagainya. Hasil kesusastraan Melayu Lama dalam bentuk cerita penglipur lara, hikayat, dongeng, pantun, syair, mantra, dan sebagainya juga merupakan bukti dari pertumbuhan dan persebaran Bahasa Melayu. Diantara karya sastra lama yang terkenal adalah Sejarah Melayu karya Tun Muhammad Sri Lanang gelar Bendahara Paduka Raja yang diperkirakan selesai ditulis pada tahun 1616. Selain itu juga ada Hikayat Hang Tuah, Hikayat Sri Rama, Tajus Salatin, dan sebagainya. Seperti telah dikatakan sebelumnya bahwa ketika orang-orang Barat sampai ke Indonesia, yaitu sekitar abad XIV, mereka menemukan bahwa Bahasa Melayu telah dipergunakan sebagai bahasa resmi dalam pergaulan dan perdagangan. Hal ini dikuatkan oleh kenyataan tentang seorang Portugis, Pigafetta, setelah mengunjungi Tidore, ia menyusun daftar kata Melayu-Italia, sekitar tahun 1522. Ini membuktikan ketersebaran Bahasa Melayu yang sebelum itu sudah sampai ke kepulauan Maluku. Begitupun dalam pendudukan Belanda, mereka menemukan kesulitan ketika bermaksud menggunakan Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Akhirnya, sebagaimana sudah diuraikan pada bagian awal, Belanda menyatakan bahwa pengajaran di sekolah-sekolah bumi putra diberikan dalam Bahasa Melayu atau bahasa daerah lainnya. Hal itu tertuang dalam keputusan pemerintah kolonial yaitu K.B 1871 nomor 104 (Keraf, Tatabahasa Indonesia, 1978).

Kedua, sistem aturan Bahasa Melayu, baik kosa kata, tata bahasa, atau cara berbahasa, mempunyai sistem yang lebih praktis dan sederhana sehingga lebih mudah dipelajari. Sementara itu, Bahasa Jawa atau Bahasa Sunda mempunyai sistem bahasa yang lebih rumit. Dalam kedua bahasa itu dikenal aturan tingkat bahasa yang cukup ketat. Ada tingkat bahasa halus, sedang, kasar, bahkan sangat kasar, dengan kosa kata dan struktur yang berlainan.

Ketiga, kebutuhan yang sangat mendesak yang dirasakan oleh para pemimpin dan tokoh pergerakan akan adanya bahasa pemersatu yang dapat mengatasi perbedaan bahasa dari masyarakat Nusantara yang memiliki sejumlah bahasa daerah. Bahasa itu harus sudah dikenal khalayak dan tidak terlalu sulit dipelajari. Kriteria ini terpenuhi oleh Bahasa Melayu sehingga akhirnya bahasa inilah yang dipilih dan ditetapkan sebagai Bahasa Indonesia atau Bahasa Nasional.
Tetapi apakah Bahasa Indonesia yang kita pergunakan sekarang ini sama dengan Bahasa Melayu pada masa yang lalu? Bahasa Indonesia yang kita pergunakan sekarang ini tidak sama lagi dengan Bahasa Melayu pada masa Kerajaan Sriwijaya, masa Kerajaan Malaka, masa Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi, masa Balai Pustaka, bahkan dengan Bahasa Melayu di Malaysia kini.   Bahasa Indonesia kini jauh berbeda dari bahasa asalnya, Bahasa Melayu. Bahasa Melayu tumbuh dan berkembang menjadi Bahasa Indonesia, yang dikarenakan berbagai hal waktu, politik, sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi ia pun berkembang hingga dalam wujudnya kini.
Meskipun Bahasa Indonesia telah mengalami perkembangan yang pesat, namun perjuangan belum berakhir. Masih banyak anggota masyarakat yang belum menguasai Bahasa Indonesia dengan baik dan benar, masih banyak yang harus kita usahakan, dan masih banyak pula yang harus kita perjuangkan dalam rangka pengembangan Bahasa Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar